March 13, 2011
Pembuatan Sirup Glukosa dari Variasi Bentuk Bahan Baku Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) secara Enzimatis
Pembuatan Sirup Glukosa dari Variasi Bentuk Bahan Baku Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) secara Enzimatis
by : Nurhidayah Didu
Pendahuluan
Suatu fakta yang sangat penting tentang gula belakangan ini adalah harganya yang melambung terus. Kebutuhan gula Indonesia mencapai 3,3 juta ton/tahun, sementara produksi dalam negeri hanya mencapai 1,7 juta ton atau 51,5% dari kebutuhan nasional. Pada tahun 2006 kebutuhan gula Indonesia mencapai 3,8 juta ton sedangkan produksi gulanya hanya sekitar 2,6 juta ton, sehingga impor gula merupakan salah satu alternaif. Ironisnya, harga gula impor lebih murah dibandingkan dengan gula dalam negeri.
Untuk mengurangi impor gula maka produksi gula dalam negeri harus terus dipacu, disamping mencari alternatif bahan pemanis lain yang dijadikan sebagai subtitusi gula. Karena gula merupakan salah satu faktor yang penting dalam kebutuhan pokok masyarakat terutama sebagai bahan pemanis. Pemanfaatan gula selain dijadikan untuk konsumsi secara langsung oleh konsumen sebagai bahan pemanis ataupun bahan tambahan, juga gula sangat berperan penting dalam industri makanan dan minuman.
Gula alternatif yang sekarang digunakan antara lain : gula siklamat dan stearin yang merupakan gula sintetis, serta gula dari pati seperti sirup glukosa, fruktosa, maltosa, manitol, sorbitol, dan xilitol. Gula dari pati mempunyai kemanisan yang sama dengan gula tebu (sukrosa) bahkan ada yang lebih manis. Gula tersebut dibuat dari bahan berpati seperti ubi kayu, sagu, ubi jalar, dan tanaman umbi-umbi lainnya. Diantara gula pati tersebut sirup glukosa dan fruktosa yang mempunyai prospek paling baik untuk mensubtitusi gula pasir.
Industri makanan dan minuman saat ini memiliki kecenderungan menggunakan sirup glukosa sebagai bahan pemanis atau bahan tambahan. Hal ini disebabkan oleh keunggulan sirup glukosa dibandingkan dengan gula lainnya (sukrosa) diantaranya sirup glukosa tidak mengkristal sepertihalnya suksrosa jika dilakukan pemasakan pada suhu tinggi, inti kristal tidak terbentuk sampai larutan sirup glukosa mencapai kejenuhan 75% (Sa'id, 1987).
Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang diperoleh dari pati atau sumber karbohidrat lain melalui hidrolisa yang komponen utamanya adalah glukosa (Judoamidjojo et al. 1989). Sirup glukosa berupa cairan jernih dan kental dengan komponen utamanya glukosa, yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik. Zat pati yang dapat dihidrolisis berasal dari bahan yang mengandung pati seperti sagu, jagung, ubi kayu, ubi jalar, gandum serta tanaman umbi-umbian lainnya. Salah satu tanaman pati yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan sirup glukosa adalah pati ubi jalar. Menurut Richana (2009), kadar pati dan gula reduksi cukup tinggi yaitu 8-29% dan 0,5-2,5%, maka ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup. Sekitar setengah dari produksi ubi jalar di Jepang digunakan untuk pembuatan pati yang dimanfaatkan oleh industri tekstil, kosmetik, kertas, dan sirup glukosa.
Sirup glukosa atau sering juga disebut sebagai gula cair mengandung D-glukosa, maltosa, dan polimer D-glukosa yang dibuat melalui proses hidrolisis pati. Proses hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit monosakrida. Proses hidrolisis pati menjadi sirup glukosa dapat menggunakan katalis asam, enzim, atau gabungan keduanya pada waktu, suhu dan pH tertentu (Judoamidjojo et al. 1989).
Hidrolisis pati dengan menggunakan katalis asam, molekul pati akan dipecah secara acak oleh asam dan gula yang dihasilkan sebagian besar merupakan gula pereduksi. Pada hidrolisis pati menggunakan katalis enzim, molekul pati akan dipecah atau diputus oleh enzim secara spesifik pada percabangan tertentu. Menurut Judoamidjojo (1992), hidrolisis pati secara asam hanya akan mendapatkan sirup glukosa dengan dektrosa equivalen (DE) sebesar 55. Sedangkan hidrolisis pati secara enzimatis akan mendapatkan sirup glukosa dengan DE lebih dari 95%. Kelemahan dari hidrolisis pati secara asam antara lain yaitu diperlukan peralatan yang tahan korosi, menghasilkan sakarida dengan spektra-spektra tertentu saja karena katalis asam menghidrolisa secara acak. Jika nilai ekuivalen dekstrosa ditingkatkan, selain terjadi degradasi karbohidrat, juga terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat berpengaruh terhadap warna, rasa pada sirup glukosa yang dihasilkan. Sedangkan penggunaan enzim dapat mencegah terjadinya reaksi sampingan karena sifat enzim yang sangat spesifik sehingga dapat mempertahankan flavor dan aroma bahan dasar.
Enzim yang digunakan dalam pembuatan sirup glukosa dengan metode enzimatis adalah enzim alfa amilase dan enzim amiloglukosidase (AMG). Penggunaan kedua enzim tersebut dimaksudkan untuk mengubah komponen pati yang merupakan polisakarida menjadi glukosa serta gula-gula sederhana lainnya yang merupakan monosakarida.
Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri dari tiga tahapan dalam mengkonversi pati, yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati, likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya viskositas dan sakarifikasi yaitu proses lebih lanjut dari hidrolisis untuk menghasilkan glukosa (Chaplin dan Buckle 1990).
Nilai ekuivalen dekstrosa (DE) sirup glukosa yang tinggi dapat diperoleh dengan optimalisasi proses likuifikasi dan sakarifikasi, sedangkan kadar padatan kering dan warna sirup glukosa yang sesuai standar (SNI) diperoleh dengan proses evaporasi. Proses evaporasi yang dilakukan pada kondisi non-vakum atau pada tekanan udara 1 atm (1×105 Pa) menyebabkan warnanya menjadi kecoklatan. Menurut Sa’id (1987), proses pemanasan pada sirup glukosa dapat menyebabkan pembentukan warna. Gula sederhana terutama dekstrosa mudah mengalami reaksi browning non-enzimatik (reaksi Maillard) yang menghasilkan warna coklat.
Pada tahap pembuatan sirup glukosa ubi jalar digunakan bentuk bahan baku yang bervariasi dari ubi jalar. Pembuatan sirup glukosa dibuat dari umbi parut ubi jalar, pati basah ubi jalar, pati kering ubi jalar dan tepung ubi jalar. Variasi bentuk bahan baku yang dilakukan pada pembuatan sirup glukosa dimaksudkan untuk menentukan bentuk bahan baku yang terbaik digunakan dalam pembuatan sirup glukosa dari ubi jalar dengan melihat efisiensi korversi ubi jalar menjadi sirup glukosa.
Untuk mengurangi impor gula maka produksi gula dalam negeri harus terus dipacu, disamping mencari alternatif bahan pemanis lain yang dijadikan sebagai subtitusi gula. Karena gula merupakan salah satu faktor yang penting dalam kebutuhan pokok masyarakat terutama sebagai bahan pemanis. Pemanfaatan gula selain dijadikan untuk konsumsi secara langsung oleh konsumen sebagai bahan pemanis ataupun bahan tambahan, juga gula sangat berperan penting dalam industri makanan dan minuman.
Gula alternatif yang sekarang digunakan antara lain : gula siklamat dan stearin yang merupakan gula sintetis, serta gula dari pati seperti sirup glukosa, fruktosa, maltosa, manitol, sorbitol, dan xilitol. Gula dari pati mempunyai kemanisan yang sama dengan gula tebu (sukrosa) bahkan ada yang lebih manis. Gula tersebut dibuat dari bahan berpati seperti ubi kayu, sagu, ubi jalar, dan tanaman umbi-umbi lainnya. Diantara gula pati tersebut sirup glukosa dan fruktosa yang mempunyai prospek paling baik untuk mensubtitusi gula pasir.
Industri makanan dan minuman saat ini memiliki kecenderungan menggunakan sirup glukosa sebagai bahan pemanis atau bahan tambahan. Hal ini disebabkan oleh keunggulan sirup glukosa dibandingkan dengan gula lainnya (sukrosa) diantaranya sirup glukosa tidak mengkristal sepertihalnya suksrosa jika dilakukan pemasakan pada suhu tinggi, inti kristal tidak terbentuk sampai larutan sirup glukosa mencapai kejenuhan 75% (Sa'id, 1987).
Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang diperoleh dari pati atau sumber karbohidrat lain melalui hidrolisa yang komponen utamanya adalah glukosa (Judoamidjojo et al. 1989). Sirup glukosa berupa cairan jernih dan kental dengan komponen utamanya glukosa, yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik. Zat pati yang dapat dihidrolisis berasal dari bahan yang mengandung pati seperti sagu, jagung, ubi kayu, ubi jalar, gandum serta tanaman umbi-umbian lainnya. Salah satu tanaman pati yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan sirup glukosa adalah pati ubi jalar. Menurut Richana (2009), kadar pati dan gula reduksi cukup tinggi yaitu 8-29% dan 0,5-2,5%, maka ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup. Sekitar setengah dari produksi ubi jalar di Jepang digunakan untuk pembuatan pati yang dimanfaatkan oleh industri tekstil, kosmetik, kertas, dan sirup glukosa.
Sirup glukosa atau sering juga disebut sebagai gula cair mengandung D-glukosa, maltosa, dan polimer D-glukosa yang dibuat melalui proses hidrolisis pati. Proses hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit monosakrida. Proses hidrolisis pati menjadi sirup glukosa dapat menggunakan katalis asam, enzim, atau gabungan keduanya pada waktu, suhu dan pH tertentu (Judoamidjojo et al. 1989).
Hidrolisis pati dengan menggunakan katalis asam, molekul pati akan dipecah secara acak oleh asam dan gula yang dihasilkan sebagian besar merupakan gula pereduksi. Pada hidrolisis pati menggunakan katalis enzim, molekul pati akan dipecah atau diputus oleh enzim secara spesifik pada percabangan tertentu. Menurut Judoamidjojo (1992), hidrolisis pati secara asam hanya akan mendapatkan sirup glukosa dengan dektrosa equivalen (DE) sebesar 55. Sedangkan hidrolisis pati secara enzimatis akan mendapatkan sirup glukosa dengan DE lebih dari 95%. Kelemahan dari hidrolisis pati secara asam antara lain yaitu diperlukan peralatan yang tahan korosi, menghasilkan sakarida dengan spektra-spektra tertentu saja karena katalis asam menghidrolisa secara acak. Jika nilai ekuivalen dekstrosa ditingkatkan, selain terjadi degradasi karbohidrat, juga terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat berpengaruh terhadap warna, rasa pada sirup glukosa yang dihasilkan. Sedangkan penggunaan enzim dapat mencegah terjadinya reaksi sampingan karena sifat enzim yang sangat spesifik sehingga dapat mempertahankan flavor dan aroma bahan dasar.
Enzim yang digunakan dalam pembuatan sirup glukosa dengan metode enzimatis adalah enzim alfa amilase dan enzim amiloglukosidase (AMG). Penggunaan kedua enzim tersebut dimaksudkan untuk mengubah komponen pati yang merupakan polisakarida menjadi glukosa serta gula-gula sederhana lainnya yang merupakan monosakarida.
Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri dari tiga tahapan dalam mengkonversi pati, yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati, likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya viskositas dan sakarifikasi yaitu proses lebih lanjut dari hidrolisis untuk menghasilkan glukosa (Chaplin dan Buckle 1990).
Nilai ekuivalen dekstrosa (DE) sirup glukosa yang tinggi dapat diperoleh dengan optimalisasi proses likuifikasi dan sakarifikasi, sedangkan kadar padatan kering dan warna sirup glukosa yang sesuai standar (SNI) diperoleh dengan proses evaporasi. Proses evaporasi yang dilakukan pada kondisi non-vakum atau pada tekanan udara 1 atm (1×105 Pa) menyebabkan warnanya menjadi kecoklatan. Menurut Sa’id (1987), proses pemanasan pada sirup glukosa dapat menyebabkan pembentukan warna. Gula sederhana terutama dekstrosa mudah mengalami reaksi browning non-enzimatik (reaksi Maillard) yang menghasilkan warna coklat.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sirup glukosa yaitu ubi jalar varietas Sukuh (umur panen 3-3,5 bulan), enzim alfa amilase (Liquizymes), enzim amiloglukosidase (Dextrozymes), air, karbon aktif, HCl 0,1N dan 4N, NaOH 0,1N, H2SO4, aquades, 3,5 Dinitrosalisilat (DNS), dan fenol.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sirup glukosa yaitu waterbath shaker, oven, rotary evaporator, magnetic stirer, neraca analitis, hand refraktometer, termometer, spektrofotometer, penyaring vakum, kertas Wathman No 40, peralatan dapur, alat-alat gelas : gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, corong, pendingin balik, erlenmeyer, baker glass, pipet, batang pengaduk.
Pembuatan Sirup Glukosa
Sirup glukosa dibuat dengan menggunakan metode enzimatis. Enzim yang digunakan adalah enzim alfa amilase dan enzim amiloglukosidase (AMG). Sirup glukosa yang dibuat dari empat bahan ubi jalar yang berbeda yaitu umbi parut ubi jalar, pati basah ubi jalar, pati kering ubi jalar, dan tepung ubi jalar. Setiap bahan tersebut kemudian ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 3, kemudian dilakukan pengaturan pH dimana pH awal dari suspensi setiap bahan tersebut yaitu pH 4,0-4,2. Setiap bahan tersebut diatur pH-nya antara 6-6,5 dengan cara menambahkan NaOH. Pada tahap likuifikasi, ditambahkan enzim α-amilase 0,8 ml/kg bahan yang digunakan (dosis sesuai dengan yang direkomendasikan pihak produsen). Hidroliat ubi jalar dipanaskan pada suhu 90° C dengan pengadukan selama 1 jam. Pada tahap ini, dilakukan pengaturan pH 4,5 dengan menambahkan HCl. Pada tahap sakarifikasi, hidrolisat ubi jalar ditambahkan enzim amiloglukosidase dengan dosis 0,8 ml/kg bahan yang digunakan pada suhu 60°C selama 60 jam kemudian disaring. Setelah itu, sirup glukosa dinetralkan sampai pada pH 7 dengan menggunakan NaOH. Selanjutnya, dilakukan penambahan karbon aktif sebanyak 2% berat kering setiap bahan untuk dilakukan proses purifikasi yaitu dengan cara memanaskan larutan sirup ini pada suhu 80°C selama 10 menit. Setelah dilakukan pemurnian menggunakan karbon aktif, larutan sirup glukosa disaring menggunakan penyaringan vakum, kemudian dilakukan uji kadar gula pereduksi dengan metode DNS yaitu menggunakan pereaksi DNS dan total gula dengan menggunakan metode fenol. Setelah itu dilakukan pemekatan menggunakan vacuum rotary evaporator pada tekanan udara vakum 31 kPa, dimana lama pemekatannya berbeda-beda bergantung kepada kadar padatan sirup yang tercapai sesuai SNI 01-2978-1992 yaitu 70°Brix.
Hasil
Pada pembuatan sirup glukosa dari berbagai variasi bentuk bahan baku ubi jalar, pati kering ubi jalar menghasilkan nilai kadar total gula tertinggi dibandingkan dengan bahan lain yaitu 235,675 g/L, dan bahan umbi parut ubi jalar menghasilkan nilai total gula terendah dibandingkan dengan bahan lain yaitu 174,705 g/L. Sedangkan untuk bahan pati basah ubi jalar dan tepung ubi jalar nilai total gula yang dihasilkan yaitu 206,175 g/L dan 193,060 g/L. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses likuifikasi dan sakarifikasi enzim penghidrolisis pati yaitu enzim alfa amilase dan enzim amiloglukosidase memecah pati menjadi glukosa secara sempurna.
Efisiensi tertinggi pada konversi ubi jalar menjadi sirup glukosa diperoleh pada bahan pati kering ubi jalar yaitu sebesar 63,207%, dan terendah pada bahan umbi parut ubi jalar yaitu sebesar 22,434%. Sedangkan untuk bahan pati basah ubi jalar dan tepung ubi jalar nilai efisiensi yang dihasilkan yaitu 27,296% dan 40,899%. Hal ini menunjukkan bahwa enzim bekerja dengan efisien dalam mengkonversi pati kering ubi jalar menjadi sirup glukosa.
Dengan pembuatan sirup glukosa dari berbagai bentuk bahan baku dari ubi jalar (umbi parut ubi jalar, pati basah ubi jalar, pati kering ubi jalar, tepung ubi jalar) diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan alternatif dalam pembuatan sirup glukosa ubi jalar. Selain itu, sirup glukosa ubi jalar dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan energi alternatif yaitu bioetanol sehingga memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.
Daftar Pustaka
Chaplin MF, Buckle. 1990. Enzym Technology. Cambridge University Press, New York.
Judoamidjojo RM, Sa'id EG, Hartoto L. 1989. Biokonversi. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
Judoamidjojo RM. 1992. Teknologi Ferementasi. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
Richana N. 2009. Ubi Jalar (Botani, Budidaya, dan Teknologi Pascapanen). [Ebook]. http://www.nurichana.com
Sa'id EG. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Subscribe to:
Posts (Atom)