August 23, 2011
Pala Tanaman Multiguna
Pala merupakan salah satu komoditas ekspor yang penting karena sampai saat ini Indonesia merupakan negara pengekspor biji dan fuli pala terbesar di dunia yaitu memasok sekitar 70-75% kebutuhan pala di dunia. Negara produsen lainnya adalah Grenada sebesar 20-25%, kemudian selebihnya India, Srilangka, dan Malaysia. Selain sebagai komoditas ekspor, kebutuhan dalam negeri juga cukup tinggi. Produksi Pala Indonesia sekitar 19,9 ribu ton per tahun. Luas areal tanaman Pala semakin meningkat dari tahun ke tahun dan pada tahun 2008 mencapai 86.162 ha. Komoditas Pala Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat yaitu sekitar 98,84%, dengan pola budidaya ekstensif jarang dipelihara. Produktivitas pala Indonesia menurun pada tahun 2008 yaitu hanya sebesar 262.95 ton/ha dengan total produksi sebesar 11.493 ton dibanding tahun 2002, dimana produktivitasnya sebesar 558.07 ton/ha dengan total produksi sebesar 23.157 ton. Pada tahun 2007 total volume ekspor pala Indonesia sebesar 14.656 ton dengan nilai US $ 51.047. Ekspor pala ini menurun dibanding tahun 2006 sebesar 16.702 ton tetapi nilainya meningkat yaitu US $ 50.893.
Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli, dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman. Sedangkan daging buah banyak digunakan untuk industri makanan di dalam negeri. Biji dan fuli digunakan dalam industri pengawetan ikan, pembuatan sosis, makan kaleng dan sebagai adonan kue, karena minyak atsiri dan lemak yang dikandungnya memberikan aroma merangsang nafsu makan. Minyak pala dari hasil penyulingan merupakan bahan baku industri obat obatan, pembuatan sabun, parfum dan kosmetik.
Masalah yang dihadapi pala Indonesia adalah rendahnya mutu, dimana hal ini akan berpengaruh terhadap harga. Mutu biji dan fuli yang dihasilkan Grenada diakui lebih baik daripada yang dihasilkan oleh Indonesia. Padahal mutu pala Indonesia mempunyai kandungan oleoresin yang lebih tinggi dibandingkan pala negara lain, hal ini dapat menjadi peluang yang besar bagi Indonesia untuk menguasai pasar dunia dalam hal mutu. Rendahnya mutu pala Indonesia diantaranya diakibatkan oleh penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik misalnya beragamnya jenis pala, waktu panen yang kurang tepat (pala muda) yang menyebabkan buah jadi keriput serta tercampur dengan pala hutan , penyimpanan dan pengemasan yang kurang baik (ditumbuhi jamur). Kondisi seperti ini mengakibatkan kualitas pala kurang baik yang dapat menurunkan kepercayaan para importir luar negeri terhadap Indonesia. Hal ini menyebabkan importir membeli pala Indonesia dengan harga yang rendah atau dapat menolak ekspor pala dari Indonesia.
Salah satu sentra produksi pala yang berkembang secara alami maupun dibudidayakan adalah Maluku Utara. Keadaan iklim di Maluku Utara seperti Pulau Ternate termasuk tipe hujan A dan B dengan nilai Q < 28.3 %. Pulau Ternate merupakan daerah pegunungan berapi, relative subur dengan kandungan hara tanahnya yang tinggi dan aerasi yang baik. Jenis tanah yang dominan adalah Latosol dan Andosol. Topografi di lokasi sentra produksi pala di Ternate umumnya berupa lahan miring, bergunung bahkan ada yang terjal.
Pala yang dikembangkan diluar habitatnya seperti Jawa Barat, Sumatera Barat, NAD dan juga di Pulau Adonara Flores Timur NTT, keadaan ekosistemnya berbeda, antara lain lenih tinggi temperature hariannya dan keadaan tanahnya bervariasi. Akan tetapi pertumbuhan dan produksinya cukup baik dengan kadar minyak tinggi. Dengan demikian, tanaman pala mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang lebih bervariasi.
Di Indonesia dikenal beberapa jenis pala seperti Myristica fragrans, M. argenta, M.scheffert, M. speciosa, dan M. succeanea. Jenis Myristica fragrans merupakan jenis tanaman pala asli pulau banda dan sebagai jenis utama dan mendominasi jenis lain dalam segi mutu maupun produktivitas. Untuk jenis M. argenta atau lebih dikenal dengan nama Papuanoot asli dariPapua, khususnya di daerah kepala burung. Tumbuh di hutan-hutan, kualitas mutunya dibawah pala Banda. Jenis M. scheffert banyak ditemukan di hutan-hutan Papua. Jenis pala yang tidak mempunyai nilai ekonomi adalah M.speciosa yang terdapat di pulau Bacan dan M.succeanea yang terdapat di pulau Halmahera.
Mutu pala Indonesia termasuk kurang baik yang disebabkan antara lain oleh pemcemaran jamur Rhizopus flapus. Kasus pencemaran jamur ini ditemukan pada biji dan fuli pala di Negara pengekspor, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Campuran beberapa jenis pala, umur buah muda dan tua, buah yang sehat dan berpenyakit.
2. Proses pengolahan hasil panen yang kurang higienis, tercampur dengan berbagai kotoran.
3. Pengeringan yang kurang baik, tidak menggunakan lantai jemur yang dianjurkan, tanpa alas, dan berserakan di atas tanah dan jalan secara asalan.
4. Kadar air yang masih tinggi diatas 12 %.
5. Packing yang kurang tepat, terbuat dari bahan dan cara packing yang asalan.
Penampilan biji, fuli dan aroma pala berpengaruh terhadap kualitas dan harga pasar. Biji maupun fuli yang seragam dengan warna merah darah yang khas dan aroma tegas khas pala dikelompokkan sebagai pala kualitas I (tinggi/ABCD). Pala campuran dengan berbagai bentuk, warna, aroma dan rasa, umumnya tidak mencapai kualitas I.
Indonesia merupakan negara pengekspor biji pala dan fuli terbesar di pasaran dunia (sekitar 60%), dan sisanya dipenuhi dari negara lainnya seperti Grenada, India, Srilangka dan Papua New Guinea. Permintaan ekspor terhadap produk dari pala yang terbesar adalah biji pala kering (nutmeg in shell dan nutmeg shelled), fuli (mace) dan minyak pala (essential oil of nutmegs).Berdasarkan data areal pengembangan, data produksi, ekspor dan impor pala Indonesia, walaupun terjadi fluktuasi, namun memiliki kecenderungan meningkat. Produktivitas sebesar 250 kg/ha/tahun masih jauh dari potensi produksinya yang dapat mencapai 300-10.000 kg/ph/tahun pada umur 5-10 tahun.
Produk dari pala (biji, fuli dan minyak pala) telah diekspor ke lebih dari 30 negara. Adapun negara-negara pengimpor utama produk pala antara lain adalah Singapura, Belanda, Hongkong, Jepang, Belgia, Malaysia, Amerika Serikat, Perancis, India, Italia, Jerman, dan Thailand. Ekspor biji pala gelondongan ke Singapura pada tahun 2003 mencapai 1.083 ton senilai 3,939,000 USD. Sedangkan untuk minyak pala terutama diekspor ke USA, Spanyol, Singapura dan Inggris. Di antara produkproduk pala yang diekspor pada tahun 2004, ekspor dalam bentuk biji pala kupas paling tinggi dibanding bentuk lainnya yang mencapai 8.057 ton, selanjutnya berturut-turut adalah fuli, gelondong dan minyak pala, dengan volume masing-masing 3.270 ton, 2912 ton dan 955 ton. Volume ekspor minyak pala cukup besar yaitu mencapai 11,165,000 USD, sedangkan untuk biji pala mencapai 20,672,000 USD. Selain mengekspor, Indonesia juga mengimpor biji pala walaupun jumlahnya relatif kecil. Impor pala ke Indonesia dalam bentuk gelondong pala, biji pala, fuli dan minyak pala dari negara-negara seperti Malaysia, USA, Perancis, Singapura dan China.
Negara pesaing penghasil biji pala yang cukup besar adalah Grenada dan Srilangka. Mutu biji dan fuli pala yang dihasilkan Grenada diakui lebih baik daripada yang dihasilkan Indonesia. Biji pala dari Grenada tidak ada yang keriput karena dipanen dalam keadaan benar-benar tua atau sudah jatuh dari pohon. Penanganannya juga lebih baik, antara lain dilakukan fumigasi untuk mencegah timbulnya jamur. Sebenarnya dari bahan bakunya, biji dan fuli pala asal Indonesia sudah diakui kualitasnya dari jaman dahulu, namun penanganan pascapanennya masih perlu lebih disempurnakan. Untuk tahun-tahun terakhir ada kecenderungan penurunan produksi biji pala dari Grenada. Selain itu adanya permintaan pala organik merupakan peluang yang baik bagi pengembangan pala Indonesia. Di antara berbagai produk pala, permintaan biji dan fuli pala serta minyak atsirinya diperkirakan akan tetap tinggi, disebabkan pala mempunyai citarasa dan khasiat yang khas.
Pola pemasaran biji dan fuli pala sama seperti komoditas pertanian lainnya. Distribusi barang dari petani sampai ke tingkat eksportir melalui pedagang perantara (pengumpul) terlebih dahulu. Dalam dunia pemasaran internasional biji pala dan fuli pala dikenal 2 jalur yaitu: yang pertama, dari produsen ke negara-negara industri dan negara berkembang; sedangkan yang kedua, dari negara industri dan negara pengimpor biji dan fuli pala, untuk tujuan ekspor kembali ke negara-negara industri lainnya. Harga biji pala kering tanpa kulit dan fuli berbeda pada masing-masing tingkatan pemasaran. Harga tersebut sangat ditentukan oleh harga penjualan ekspor. Harga biji dan fuli pala yang saat ini berlaku di tingkat pedagang pengumpul adalah berturutturut sekitar Rp 35.000 dan Rp 65.000. Untuk ekspor, harga biji, fuli dan minyak pala dipengaruhi oleh harga yang berlaku di pasaran internasional dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Indonesia sebagai produsen dan pengekspor fuli terbesar di dunia sering masih belum dapat menentukan harga. Harga fuli yang berasal dari biji pala tua dengan warna merah tua biasanya jauh lebih mahal daripada biji palanya sendiri.
Pada masa mendatang, Indonesia sebetulnya masih mempunyai peluang besar untuk dapat menguasai pangsa pasar pala dunia karena dukungan dari sumberdaya alam dan manusia yang melimpah. Untuk itu diperlukan kerja keras seluruh stakeholders yang didukung oleh kebijakan dari pemerintah sangat diperlukan untuk dapat mencapai sasaran negara penghasil pala nomor satu di dunia.
Penanganan Pasca Panen Pala
1. Panen Buah
Panen buah untuk menghasilkan produk primer berupa biji, fuli, dan daging buah kering, proses pemanenan dan pengolahan buahnya, dilakukan melalui beberapa tahap yaitu panen buah matang, pemisahan daging buah, fuli, dan biji, pengeringan, dan penyimpanan.
Buah pala yang sudah matang umumnya sudah berumur 9 bulan setelah pembungaan. Hal ini ditandai oleh warna buah berwarna kuning kecoklatan, beberapa buah sudah mulai merekah (membelah) melalui alur belahnya, kulit biji (tempurung) berwarna coklat tua sampai hitam dan mengkilat, warna fuli memerah. Jika buah yang sudah mulai merekah dibiarkan tetap di pohon selama 2-3 hari, maka pembelahan buah menjadi sempurna (buah berbelah dua) dan bijinya akan jatuh di tanah. Buah pala yang sudah jatuh hendaknya diambil sedini mungkin karena dapat dicemari hama bubuk biji Poecilips myristiceae dan cendawan yang dapat menyebabkan busuknya biji pala. Buah yang sudah tua, fulinya berwarna merah, namun adapula yang berwarna putih, misalnya yang berasal dari Tidore. Buah yang sudah mulai membelah sebaiknya segera dipanen karena kalau kena hujan akan membusuk.
2. Pemetikan Buah Pala
Pemetikan buah pala dapat dilakukan dengan menggunakan galah yang dilengkapi dengan keranjang penampung buah pada ujungnya. Selain itu dapat pula dilakukan dengan memanjat dan memilih serta memetik buah pala yang sudah matang dan dimasukkan ke dalam keranjang. Panen buah dengan cara dijatuhkan akan mengurangi kualitas biji. Buah yang telah dipetik segera dibelah, dipisahkan daging buah, biji dan fulinya.
3. Pasca panen Pala
a. Pemisahan Daging, Buah dan Biji
Buah pala terdiri atas daging buah (pericarp) dan biji terdiri atas fuli, tempurung dan daging biji. Buah pala terdiri dari 83,3% daging buah; 3,22% fuli; 3,94% tempurung biji, dan 9,54% daging biji.
Setelah buah pala masak dikumpulkan, buah yang sudah masak dibelah dan antara daging buah, fuli dan bijinya dipisahkan. Setiap bagian buah pala tersebut ditaruh pada wadah yang kondisinya bersih dan kering. Biji-bijinya yang terkumpul perlu disortir dan dipilah-pilahkan menjadi 3 macam yaitu : (1) yang gemuk dan utuh; (2) yang kurus atau keriput; dan (3) yang cacat.
b. Pengeringan Biji Pala
Proses pengeringan biji pala melalui beberapa tahap yaitu sebagai berikut :
a. Pengeringan biji dapat dilakukan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering berupa para-para.
b. Pengeringan biji harus dilakukan secara bertahap dan perlahan-lahan. Tidak dianjurkan pengeringan biji pada saat terik matahari karena akan menyebabkan biji pecah dan minyaknya mencair. Minyak dari biji pala dapat mencair pada suhu 45oC. Pengeringan biji dapat berlangsung selama 9 hari. Biji pala yang yang telah kering ditandai dengan terlepas bagian kulit biji (cangkang) dengan kadar air sebesar 8-10 %.
c. Biji-biji yang sudah kering kemudian dipecah untuk memisahkan kulit biji dengan daging biji. Pemecahan biji dapat dilakukan secara manual dengan cara memecah biji menggunakan pemukul atau menggunakan alat pemecah biji (cracker). Isi biji yang telah keluar dari cangkangnya tersebut disortir berdasarkan ukuran besar kecilnya isi biji : (1) Besar : dalam 1 Kg terdapat 120 butir isi biji, (2) Sedang : dalam 1 Kg terdapat sekitar 150 butir isi biji, (3) Kecil : dalam 1 Kg terdapat sekitar 200 butir isi biji.
d. Isi biji yang sudah kering, kemudian dilakukan pengapuran. Pengapuran biji pala yang banyak dilakukan adalah pengapuran secara basah, yaitu : (1) Kapur yang sudah disaring sampai lembut, dibuat larutan kapur dalam bak besar/ bejana (seperti yang digunakan untuk mengapur atau melabur dinding/ tembok); (2) Isi biji pala ditaruh dalam keranjang kecil dan dicelupkan dalam larutan kapur sampai 2-3 kali dengan digoyang goyangkan demikian rupa sehingga air kapur menyentuh semua isi biji; (3) Selanjutnya isi biji itu diletakkan menjadi tumpukan dalam gudang untuk diangin anginkan sampai kering.
e. Setelah proses pengapuran perlu diadakan pemeriksaan terakhir untuk mencegah kemungkinan biji-biji pala tersebut cacat, misalnya pecah yang sebelumnya tidak diketahui. Pengawetan biji pala juga dapat dilakukan dengan teknologi baru, yakni dengan fumigasi dengan menggunakan zat methyl bromide (CH3B1) atau Carbon bisulfide (BS2).
f. Daging biji dikeringkan kembali secara perlahan-lahan dan bertahap sampai mencapai kadar air 10-12%. Pengeringan daging biji dapat berlangsung selama 29 hari atau 3 minggu.
c. Pengeringan Bunga Fuli
Fuli dilepas dari bijinya kemudian dihamparkan pada alas yang bersih lalu dijemur pada panas matahari secara perlahan-lahan selama beberapa jam, kemudian diangin-anginkan. Setelah setengah kering fuli dipipihkan bentuknya dengan menggunakan alat mirip penggilingan, kemudian dijemur kembali sampai kadar airnya tinggal 10-12%. Warna fuli yang semula merah cerah, setelah dikeringkan menjadi merah tua dan akhirnya menjadi jingga. Dengan pengeringan seperti ini dapat menghasilkan fuli yang kenyal (tidak rapuh) dan berkualitas tinggi sehingga nilai ekonomisnya pun tinggi pula. Sebaiknya pengeringan dilakukan di atas rak yang diangkat sehingga jaraknya sekitar 1 meter di atas tanah untuk menghindarkan cemaran dari kotoran hewan maupun debu.
Penjemuran membutuhkan waktu sekitar 2–3 hari kalau cuaca cerah. Pada keadaan cuaca yang kurang baik, pengeringan akan tertunda dan akan menghasilkan fuli dengan mutu yang kurang baik karena berjamur dan warnanya kusam. Untuk menghindarkan hal seperti di atas, pada waktu musim hujan pengeringan dapat dilakukan dengan memakai alat pengering dengan suhu rendah tidak lebih dari 60oC untuk menghindarkan proses pengeringan yang terlalu cepat yang akan menyebabkan rapuhnya fuli dan hilangnya sebagian minyak atsiri.
Setelah kering fuli disimpan dalam gudang yang gelap selama sekitar 3 bulan. Warna fuli yang semula merah api berubah menjadi merah tua dan akhirnya menjadi kuning tua hingga oranye. Banyaknya fuli kering rata-rata 10% dari berat biji pala. Untuk meningkatkan mutu dilakukan dilakukan proses sortasi untuk memisahkan fuli yang utuh dari yang tidak utuh, kemudian dikemas dengan kemasan yang bersih dan kering.
d. Penyimpanan
(1) Agar daging biji dan fuli memiliki mutu yang baik, harus disimpan secara baik pada tempat yang cukup kering dan teduh; (2) Daging buah dan fuli yang telah melalui proses pengeringan, dapat disimpan dalam karung atau kaleng tertutup rapat; (3) Fuli yang tersimpan dalam tempat yang tertutup rapat dan di tempat yang gelap selama 3 bulan dapat meningkatkan mutunya.
e. Pengemasan
Tujuan pengemasan adalah mencegah kerusakan produk hingga ke tangan konsumen. Pengemasan yang umum adalah dengan karung plastik karena dapat mencegah kerusakan dalam waktu yang relatif lama. Pengepakan biji dan fuli pala dilakukan secara sederhana. Pala yang telah disortir dipak dengan menggunakan karung goni berlapis dua. Rata-rata dari setiap kualitas pala adalah sebagai berikut:
a) Pala kupas ABCD dalam satu sak berat 90 kg.
b) Pala kupas RIMPEL dalam satu sak berat 80 kg.
c) Pala kupas B.W.P. dalam satu sak berat 75 kg.
Khusus untuk pengepakan fuli biasanya dilakukan dalam peti kayu (triplek) dengan berat rata-rata 70-75 kg/peti. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan pengepakan adalah: fuli yang akan dipak harus difumigasi terlebih dahulu. Pemberian fumigant pada biji pala dan fuli harus dilakukan di suatu ruang yang tertutup rapat selama 2 x 24 jam. Fumigan yang biasa digunakan adalah Methyl Bromida.
f. Standar Mutu
Kualitas biji pala ditentukan oleh:
a) Jarak tanam: jarak tanam bukan saja mempengaruhi kuantitas, tetapi menentukan kualitas pala yang dihasilkan. Dengan jarak tanam yang rapat biasanya kita akan dapatkan buah-buah yang kecil.
b) Pemeliharaan: pemeliharaan juga mempengaruhi kualitas pala yang dihasilkan. Akibat dari pemeliharaan yang tidak baik buah pala mudah diserang oleh hama atau penyakit (terbelah putih) sehingga kualitas buah kurang baik.
c) Cara pemetikan dan prosesing: buah yang dipetik pada waktu masih muda, biji dan fuli yang kita dapatkan kualitasnya akan rendah. Demikian pula dengan prosesing yang kurang baik, misalnya penjemuran yang dilakukan secara tergesa gesa, biji pala yang dihasilkan tentu akan banyak yang pecah.
Kriteria untuk menentukan standar kualitas fuli adalah berdasarkan SNI 01-0007-1993, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :
a. Mutu Whole I (mutu utuh I) : utuh dan pecahan besar, sampai sekitar 1/3 dari utuh, warna kuning atau kuning kemerahan sampai merah. Kontaminasi jamur maksimum 5 % (bobot/ bobot)
b. Mutu Whole II (mutu utuh II) : Utuh dan Pecahan besar, sampai kira kira 1/3 dari utuh, berwarna gelap/ buram. Kontaminasi jamur maksimum 5 %
c. Mutu Gruis/ Broken I (mutu pecah I): pecah-pecah dengan ukuran sampai minimum 1/12 dari yang utuh, berwarna kuning atau kuning kemerah–merahan sampai merah, kontaminasi jamur maksimum 5 %
d. Mutu Gruis/ Broken II (mutu pecah II) : pecah-pecah dengan ukuran sampai minimum 1/12 dari yang utuh, berwarna buram atau kuning dan atau kemerah merahan.
e. Black mace (fuli hitam) : yang tidak termasuk whole (utuh), gruis (pecah) yang berwarna gelap hamper hitam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
5 comments:
tolong informasinya, mengapa burung cenderawasi kurang suka mengkonsumsi pala hutan. Atas informasinya, saya sampaikan terima kasih.
Tulisan yang informatif, beberapa bagian saya kutip untuk melengkapi blog "Ngunandiko" Terimaksih !
Saya butuh pala bulat hub di no. 085646032548
Jual biji pala tua kering cangkang & fulli (grade A/AB/Super)..hub (021-59433430 / 087809273705 / 082312278102)
Jual biji pala tua kering cangkang & fulli (grade A/AB/Super)..hub (021-59433430 / 087809273705 / 082312278102)
Post a Comment